05 November 2010

Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam

Kegiatan bisnis merupakan sebuah sistem ekologis yang sangat terkait dengan lingkungan sekitarnya. Sebagai sebuah sistem, kegiatan bisnis yang dilakukan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari kegiatan masyarakat.

Kegiatan bisnis tidak hanya berupaya untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan masyarakat saja namun juga bermaksud menyediakan sarana-sarana yang dapat menarik minat dan perilaku membeli masyarakat. Secara umum kegiatan bisnis memiliki maksud dan tujuan yang terkait dengan faktor keuntungan bisnis. Keuntungan memiliki makna yang berbeda bagi setiap individu atau kelompok yang menjalankan kegiatan bisnis karena menyangkut perbedaan keyakinan tentang nilai-nilai, normatif, sikap, perilaku dan persepsi pelaku bisnis dalam mengelolanya.

Perkembangan bisnis di era globalisasi yang semakin pesat membuat bisnis masa kini menjadi banyak berubah. Persaingan semakin meningkat tajam karena terus bertambahnya pelaku-pelaku bisnis yang inovatif mengambil peluang untuk meramaikan kegiatan bisnis dunia.

Pada hakekatnya kegiatan bisnis harus dapat dioperasikan dengan berlandaskan pada nilai-nilai etika yang berlaku di masyarakat. Keuntungan bukanlah satu-satunya maksud dan tujuan dari kegiatan bisnis namun kegiatan bisnis juga harus mampu berfungsi sebagai kegiatan sosial yang dilakukan dengan mengindahkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Nilai dan norma tersebut berada dalam satu makna yaitu etika. Mengejar keuntungan pribadi tanpa memperdulikan pihak lain bahkan dapat merugikan orang lain sebaiknya dihindari dalam melakukan kegiatan bisnis.

Bisnis secara terminologis merupakan sebuah kegiatan atau usaha. Bisnis dapat pula diartikan sebagai aktivitas terpadu yang meliputi pertukaran barang, jasa atau uang yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dengan maksud untuk memperoleh manfaat dan keuntungan. Dengan demikian, bisnis merupakan proses sosial yang dilakukan oleh setiap individu atau kelompok melalui proses penciptaan dan pertukaran kebutuhan dan keingan akan suatu produk tertentu yang memiliki nilai atau memperoleh manfaat keuntungan ( Skinner, StevenJ and John M. Ivancevich dalam Gugup Kismono : 2001 ).

Persaingan bisnis yang semakin ketat dewasa ini memerlukan penerapan etika bisnis yang baik. Dalam konteks ini, etika bisnis yang dibahas adalah etika bisnis dari sudut pandang islam. Kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “ Ethos” yang berarti adat, akhlak, waktu perasaan, sikap dan cara berfikir atau adat-istiadat. Etik adalah suatu studi mengenai yang benar dan yang salah dan pilihan moral yang dilakukan oleh seseorang. Etika adalah tuntutan mengenai perilaku, sikap dan tindakan yang diakui, sehubungan suatu jenis kegiatan manusia.

Masalah etika bisnis dalam dunia ekonomi saat ini tidak begitu mendapat tempat. Bagi sebagian kalangan kegiatan bisnis dapat dilakukan dengan tidak memperhatikan etika karena mereka beranggapan bahwa “ bisnis adalah bisnis “. Bagi sebagian kalangan pula kegiatan bisnis adalah bagaimana berusaha sekuat tenaga untuk mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sedangkan beretika adalah suatu upaya untuk berhubungan dengan soal moral. Sehingga dua pemahaman ini dianggap tidak dapat saling bersinergi bagi sebagian orang.

Dunia bisnis penuh dengan persaingan maka aturan – aturan dalam bisnis akan berbeda dengan aturan dalam kehidupan sosial, orang-orang yang mematuhi peraturan moral akan tersingkir dan berada pada posisi yang tidak menguntungkan di tengah-tengah persaingan ketat yang menghalalkan segala cara. Mereka berkeyakinan bahwa sebuah bisnis tidak mempunyai tanggung jawab sosial dan bisnis terlepas dari “etika”. Dalam ungkapan Theodore Levitt, tanggung jawab perusahaan hanyalah mencari keuntungan ekonomis belaka. Sedangkan etika bisnis dari perspektif Islam dapat dilihat dari pandangan Rasulullah SAW dalam memandang harta bahwa pada hakikatnya harta adalah milik Allah SWT dan manusia hanya diberi amanah untuk mengelolanya dengan baik.

Pengabaian etika bisnis sering terjadi karena beranggapan bahwa etika bisnis hanyalah mempersempit ruang gerak keuntungan ekonomis. Dalam Islam, nilai dan etika dalam segala aspek kehidupan manusia secara menyeluruh adalah sangat penting, termasuk dalam aspek kegiatan bisnis. Islam sangat tegas dalam mengatur kegiatan bisnis. Mulai dari prinsip dasar, pokok-pokok kerusakan dalam perdagangan, faktor-faktor produksi, tenaga kerja, modal organisasi, distribusi kekayaan, masalah upah, barang dan jasa, kualifikasi dalam bisnis, sampai kepada etika sosio ekonomik menyangkut hak milik dan hubungan sosial.

Al-Qur’an banyak mendorong manusia untuk melakukan bisnis (Qs. 62:10,). Al-Qur’an memberi pentunjuk agar dalam bisnis tercipta hubungan yang harmonis, saling ridha, tidak ada unsur eksploitasi (QS. 4: 29) dan bebas dari kecurigaan atau penipuan, seperti keharusan membuat administrasi transaksi kredit (QS. 2: 282).

Dalam Islam, manusia sebagai individu dan kelompok mempunyai kebebasan dalam melakukan kegiatan bisnis. Namun dalam menjalankannya manusia harus mengimplementasikan kaedah-kaedah Islam. Manusia sebagai pelaku bisnis, mempunyai tanggung jawab moral kepada Tuhan atas perilaku bisnisnya.

Dalam melakukan kegiatan bisnis hendaklah kita mengacu pada ajaran yang telah tertuang dalam Al-Quran dan Hadist agar terhindar dari kegiatan bisnis yang tidak sehat. Pertama, prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam Islam, kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis. Rasulullah SAW sangat menganjurkan kejujuran dalam kegiatan bisnis. Dalam tataran ini, beliau bersabda: “Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani). “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami” (H.R. Muslim). Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Dalam surat Al Anfaal ayat 58 : “ Jika kamu khawatir akan terjadinya pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat”. Kejujuran adalah sesuatu yang disukai Allah SWT dan merupakan sifat Rasulullah SAW. Mengutamakan kejujuran dan menepati janji merupakan perilaku bisnis yang sesuai syariah karena akan menjauhkan dari kebatilan.

Kedua, Menepati Janji. Allah SWT menganjurkan kita selalu menepati janji dalam jual beli dan aktivitas lainnya. Dalam surat Al Maidah ayat 1 ; “ Hai orang-orang yang beriman penuhilah aqad-aqad itu” berdasarkan ayat ini maka dapat ditegaskan pentingnya kita menepati janji dalam melakukan perniagaan (bisnis) jangan berusaha mengingkari atas apa yang telah diucapkan. Dengan menerapkan hal ini insya Allah perniagaan (bisnis) yang dilakukan akan menjadi lebih berkah.

Ketiga, tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut. Sabda Nabi Muhammad, “Janganlah kalian melakukan bisnis najsya (seorang pembeli tertentu, berkolusi dengan penjual untuk menaikkan harga, bukan dengan niat untuk membeli, tetapi agar menarik orang lain untuk membeli).

Keempat, tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain” (H.R. Muttafaq ‘alaih).

Kelima, tidak melakukan ihtikar. Ihtikar ialah (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam itu.

Keenam, takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: “Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi” ( QS. 83: 112).

Ketujuh, membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya”. Hadist ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan kerja yang dilakuan.

Kedelapan, komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan “patung-patung” (H.R. Jabir).

Kesembilan, Menggunakan Persetujuan Kedua Belah Pihak. Dalam melakukan perniagaan (bisnis) harus tercipta ijab kabul diantara penjual dan pembeli. Dalam surat An Nisaa ayat 29 : ” Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” Aktivitas perniagaan (bisnis) yang hanya dilakukan jika sudah ada kata sepakat diantara penjual dan pembeli dan tidak saling merugikan merupakan suatu perniagaan (bisnis) yang sesuai dengan syariah. Tetapi jika tidak adanya kesepakatan diantara keduanya dan hanya mengarah pada yang hak hendaknya jauhkanlah perniagaan (bisnis) yang demikian.

Kesepuluh, bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman (QS. al-Baqarah:: 278) Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan (QS. 2: 275). Oleh karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan perang terhadap riba.

Demikianlah sebagian etika bisnis dalam perspektif Islam yang diramu dari sumber ajaran Islam, baik yang bersumber dari al-Qur’an maupun Sunnah.

Berdasarkan hal diatas jelas digambarkan agar manusia jangan tamak dalam mencari harta ( melalui kegiatan perniagaan / bisnis ) hendaknya memperhatikan pula nilai-nilai dan norma-norma yang sesuai di masyarakat. Jadikan selalu keridhaan Allah SWT dalam mencari harta sebagai tujuan utama. ( annisa )